JAKARTA, KOMPAS.com - Tanpa revolusi dunia pendidikan, pembangunan manusia Indonesia yang adil dan beradab menuju kehancuran. Demikian hal itu terungkap dalam Diskusi Meja Bundar bertopik ”Pangan, Pendidikan, dan Penegakan Hukum” yang diselenggarakan Asosiasi Profesor Indonesia, kemarin (27/8).
Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Mohammad Surya, selaku pembicara, mengatakan bahwa perlu perubahan cara pandang terhadap pendidikan.
”Pendidikan yang cenderung intelektual-elitis perlu bergeser menjadi populis-egalitarian. Pendidikan yang dipandang komoditas harus berubah menjadi pelayanan publik. Model birokratisasi pendidikan perlu berubah menjadi pemberdayaan,” ujarnya.
Konsekuensinya adalah pemerintah dituntut mempunyai komitmen kuat yang dibuktikan antara lain melalui anggaran.
Sementara itu, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, perlu revolusi cara berpikir tentang pendidikan. ”Pendidikan kelautan, pertanian, kehutanan, dan perkebunan seharusnya mendapat perhatian serius. Ironis kalau Indonesia harus mengimpor beras,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, dalam kebijakan pendidikan, pemerintah berpegang pada Undang-Undang Dasar 1945. Sejauh ini akses terhadap pendidikan dasar dinilai sudah memadai.
”Permasalahan masih terjadi pada kelompok khusus, seperti anak jalanan, daerah terpencil, dan anak dengan masalah sosial yang persentasenya sekitar 4 persen,” ujarnya. Tantangan terbesar ialah peningkatan mutu pendidikan. Hal itu terutama penyediaan tenaga guru berkualitas dan profesional. Persoalan lain adalah angka partisipasi di sekolah menengah dan pendidikan tinggi yang masih rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar