Senin, 09 Juni 2014

Kepemimpinan Panjat Pinang atau Panjat Tebing?

Ada dua hal yang perlu direnungkan dalam kepemimpinan, yakni kepemimpinan panjat pinang atau panjat tebing. Kedua-duanya sama-sama ke puncak dan mendapatkan hasil menjadi pemenang di ujung tertinggi. Namun, tipikal keduanya sangat berbeda jauh.
Kepemimpinan panjat pinang dicirikan oleh kerja keras dengan cara menginjak teman di bawahnya untuk dapat meraih hadiah di ujung tiang. Dia tidak peduli di bawahnya menahan sakit atau tidak yang penting dapat menginjak bahu untuk berada di posisi yang lebih tinggi. Penonton hanya tahu yang paling atas. penonton tidak pernah mengerti betapa susahnya yang di bawah.
Kepemimpinan panjat tebing ditandai oleh usaha sendiri atas inisiatif menaklukkan tebing dengan alat dan potensi energi. Kawan lain akan membantu agar tidak terjadi kecelakaan yang menumbangkan langkahnya. Tapak demi tapak dilalui untuk menaikkan derajat ketinggiannya. Dia tidak akan pernah lelah sebelum berada di puncak. Kawan lainnya selalu diperhatikan karena kebersamaan yang dipentingkannya.

Panjat pinang lebih banyak menebar kesedihan bagi lainnya. Sedangkan, panjat tebing lebih memperhatikan keselamatan diri dan timnya. Keduanya berbentuk usaha menguatkan energi agar sampai pada puncaknya. Segala upaya dilakukan dengan cara yang khas antara pinang dan tebing.
Kepemimpinan sejati merupakan kepemimpinan yang mampu membahagiakan yang dipimpinnya. Itu berarti pola panjat tebing menjadi teramat penting. Seorang pemimpin tidak perlu mencederai orang lain hanya untuk keberhasilannya. Dia akan membantu orang lain dengan cara yang khas agar dapat ke puncak tebing bersama-sama.

Dalam konteks pilpres, kepemimpinan panjat tebing perlu ditekankan daripada kepemimpinan panjat pinang. Untuk itu, perlilaku menghujat lawan, menghitamkan orang lain, mencederai rasa kedamaian, dan membatasi persaudaraan harus dijauhi. Jangan sampai pilpres menunjukkan pembelajaran permusuhan.

Kita tentunya tidak menginginkan Pilpres ini memberikan pelajaran bagi generasi muda sesuatu yang buruk. Pembelajaran yang buruk itu adalah jika ingin menjadi pemimpin lakukan kampanye hitam. Jika ingin memimpin hujat saja lawanmu. Presiden hebat itu adalah orang yang mampu mempecundangi lawan dengan agitasi kesombongan.  Pembelajaran buruk itu harus sama-sama dihindari dengan pemikiran yang negarawan.

Semua orang, termasuk calon presiden, mempunyai rasa damai dalam dirinya. Bahkan, keinginan dasarnya adalah membahagiakan rakyatnya. Untuk itu, kesantunan berbahasa, kejernihan berpikir, dan kenegarawanan yang hebat perlu diimplementasikan secara nyata. Kepemimpinan panjat tebing perlu dikembangkan lebih jauh. Indonesia adalah negara bangsa yang multietnis. Di situlah kesantunan menjadi jatidirinya.

1 komentar:

Michael Jayavo mengatakan...

Salam kenal :)