Di tengah padatnya pelajaran sekolah yang kadang membosankan,
pelajar-pelajar Indonesia tetap menunjukan daya kreativitasnya yang
tinggi. Saat melihat ada persoalan di sekeliling, mereka menciptakan
karya yang bermanfaat dan bahkan meraih penghargaan di ajang-ajang
internasional. Kebiasaan melatih kreativitas ini dinilai akan membantu
siswa ketika mereka dewasa kelak.
"Kami apresiasi kreativitas
anak-anak itu. Dan itu penting, karena sistem pendidikan kita tidak
mengajarkan hal-hal seperti ini. Sistem pendidikan kita membosankan,"
kata Kepala Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek LIPI Bogie
Soedjatmiko Eko Tjahjono saat ditemui Tempo, Jumat, 24 Mei 2013, di ruang kerjanya.
Pada
pertengahan Mei lalu, LIPI mengirim sejumlah siswa ke ajang
International Exhibition of Young Inventors (IEYI) di Malaysia. Di ajang
itu, sejumlah siswa Indonesia berhasil memboyong tiga medali emas dan
dua perak. Karya-karya cemerlang itu, diantaranya bra penampung ASI, mesin pemisah sampah, sepatu antikekerasan, dan detektor telur besuk. Di tahun sebelumnya, para siswa Indonesia juga menunjukan prestasi yang membanggakan dengan merebut sejumlah medali.
Bukan cuma di ajang IEYI, pelajar Indonesia juga berprestasi di ajang-ajang internasional lainnya, seperti International Environment Project Olympiade (INEPO) pada 17-20 Mei 2013, di Istanbul, Turki; dan International High School Environment Project Olympiad di Oswego, New York, Amerika Serikat, pada 16-20 Juni 2013.
Menurut
Bogie, kreativitas para siswa itu mencerminkan orisinalitas dan cara
mereka memecahkan masalah di lingkungan mereka. "Mereka mengatasi
permasalahan yang ada dengan sumber daya yang ada dalam jangkauan
mereka. Jadi, mereka melakukannya bukan karena disuruh. Beda dengan PR
sekolah. Orisinalitas inilah yang kita hargai dan kita terus harapkan
berkembang di anak-anak sekolah," kata Bogie.
Mengolah dan
memupuk daya kreativitas sejak dini dinilai penting oleh Bogie. Sebab,
sejarah menunjukan, kunci utama orang-orang yang berhasil adalah jam
terbang alias pengalaman. Mereka yang punya jam terbang lebih banyak
cenderung punya peluang berhasil yang lebih tinggi. "Nah, kalau siswa
dari SD, SMP, jam terbangnya sebagai inovator sudah terbangun, mungkin
ketika lulus SMA atau kuliah bisa langsung jadi entrepreneur. Beda dengan orang yang ketika lulus SMA baru mikir," 'Saya mau ngapain ya?' It's too late," kata Bogie.
Bogie
mengatakan, bisa jadi para siswa belum terlalu merasakan hasil
kreativitas mereka saat ini. "Tapi pada saatnya nanti mereka harus
menghadapi tantangan hidup yang sebenarnya, apa yang sudah mereka
lakukan sekarang akan sangat bermanfaat," ujar dia. (Sumber: Tempo.co/10 Juli 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar