Jumat, 13 Februari 2009

Media Pembelajaran Dianaktirikan Guru?

Oleh Suyatno

Marilah kita melihat sejenak para calon guru pada zaman dahulu, saat di bangku kampus atau sekolah mengajar. Mereka sibuk menyiapkan media, bahkan lembur sampai tengah malam, untuk kelengkapan praktik mengajar (PPL). Mereka takut mendapatkan skor jelek dalam praktik dari guru pamongnya. Tiap PPL, mereka pasti menggunakan media yang menarik dan bermanfaat menurutnya. Kini, setelah mereka menjadi guru, media itu terlupakan dan jauh terkubur di bawah pusara. Mereka, saat ini, mengajar hanya menggunakan mulut semata alias ceramah doang meski materi ajar berdimensi kinerja. Dengan penuh semangat, mereka beralasan bahwa mengajar merupakan pekerjaan yang sudah sangat dihapal.

Di dunia lain, marilah kita melihat profesi selain guru. Dokter saat menjadi mahasiswa kedokteran diajari menggunakan media kesehatan dan saat mereka menjadi dokter sungguhan, media itu tetap digunakan. Bahkan, dari tahun ke tahun, media kedokteran dikembangkan berdasarkan perkembangan ilmu penyakit. Begitu pula, arsitek, jaksa, dan pekerjaaan yang lain. Lalu, mengapa guru menganaktirikan media?

Media dianaktirikan guru karena menurut guru, mengajar itu cukup dengan mulut atau ceramah semata. Menurut mereka, pada zaman dahulu, mengajar juga lewat ceramah. Guru lupa dengan media. Padahal, media pembelajaran merupakan wahana penyalur atau wadah pesan pembelajaran. Media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Disamping dapat menarik perhatian siswa, media pembelajaran juga dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dalam setiap mata pelajaran. Dalam penerapan pembelajaran di sekolah, guru dapat menciptakan suasana belajar yang menarik perhatian dengan memanfaatkan media pembelajaran yang kreatif, inovatif dan variatif, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan proses dan berorientasi pada prestasi belajar.

Buatlah media pembelajaran di kelas menjadi lebih menarik dan kreatif agar siswa bertendensi untuk mengikuti pelajaran secara aktif. Itulah kunci sukses pengajaran. Bukan terletak pada kecanggihan kurikulum, melainkan bagaimana kredibilitas seorang guru di dalam mengatur dan memanfaatkan media yang ada di dalam kelas. bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar: