Kamis, 31 Desember 2015

Diperlukan Jurnalis Indonesia yang Berkebangsaan

Jurnalistik kebangsaan Indonesia yang mampu memperkuat persepsi masyarakat Indonesia dalam mencintai bangsanya seakan mulai memudar terkikis oleh jurnalistik penistaan terhadap simbol negaranya. Saat ini, teramat sering, jurnalis menyuguhkan warna tulisan yang bersifat menghujat dan menistakan simbol negara daripada jurnalistik cerdas yang membangun bangsanya. Jika jurnalistik macam begini diteruskan tentu akan sangat mengikis rasa cinta terhadap bangsa dan negara sendiri.

Presiden menjadi bulan-bulanan berita miring yang belum tentu akurasinya dipertanggungjawabkan oleh penulis. Merah putih, Pancasila, dan simbol lain teramat mudah menjadi bahan gunjingan yang negatif. Seolah-olah, jurnalis tidak memunyai topik yang lebih cerdas daripada itu. Santapan empuk jurnalis Indonesia adalah kesimpangsiuran berita yang bisa jadi hanya hoax semata. Jurnalis yang cerdas dan berbudaya susah dijumpai melalui tulisannya.

Jauh sebelum merdeka, Indonesia diwarnai oleh jurnalis yang cerdas dan berbudaya dalam memberitakan fakta. Mereka bersatu-padu membela Indonesia agar lepas dari penjajah dengan gaya jurnalistik masing-masing. Tulisan mereka sangat kuat. Tulisan mereka sangat menyentuh alam bawah sadar insan Indonesia. Lalu, tulisan jurnalis kemerdekaan mampu mengantarkan kemerdekaan Indonesia. Jurnalis tersebut sebut saja Tjokroaminoto, Abdul Muis, Adam Malik, dan seterusnya.

Berkaca dari jurnalis kemerdekaan itu, seharusnya jurnalis masa kini bervisi pada Indonesia beradab dan berbudaya dalam kejayaan global. Semua tulisan diarahkan pada satu tujuan, yakni Indonesia menjadi negara yang makmur. Jurnalis modern yang masih berjuang demi bangsa Indonesia pascamerdeka. Lalu, siapa yang melakukan tugas jurnalis seperti itu?

Para jurnalis saat ini adalah pejuang bagi Indonesia menuju dunia global. Indonesia harus menjadi bangsa yang mampu menyejahterakan rakyatnya dalam percaturan dunia. Oleh karena itu, jurnalistik saat ini jangan hanya berkutat pada masalah pragmatis semata. Inti tulisan jangan hanya seputar instrumental dan kulit semata. Inti tulisan harus mengarah pada penggugahan alam bawah sadar rakyat Indonesia dalam menuju kesejahteraan Indonesia.

Topik jurnalistik yang hanya hujat-menghujat, politis, jegal-menjegal, dan membunuh karakter seseorang haruslah dikesampingkan. Yang menjadi aurs utama adalah jurnalistik yang berkebangsaan dengan satu tujuan kesejahteraan rakyat Indonesia. Arahkan alam bawah sadar manusia Indonesia ke pentingnya membangun bangsa Indonesia yang bersatu-padu dalam berperan serta membangun Indonesia. Tentu, diperlukan pelopor jurnalistik yang membumi dan berbasis budaya yang mencerdaskan bangsa Indonesia.

Topik jurnalistik yang merdeka dari aspek politis mudah diwarnakan manakala para jurnalis terbuka kesadarannya. Jurnalis yang hebat tentu bukan karena kehebohan tulisannya melainkan karena inspirasi yang kuat yang mampu dimunculkannya. Indonesia bukan negara yang mampu berjalan sendiri tanpa didukung oleh jurnalis yang nasionalis. Indonesia memerlukan jurnalis yang berdarah Indonesia dan berjiwa pahlawan bagi bangsanya. Bukan berarti, jurnalis tidak boleh mengkritisi. Bukan pula, jurnalis tidak boleh menginformasikan yang negatif. Semuanya diperbolehkan asalkan selalu bermuara pada kebaikan Indonesia kelak.

Jurnalis itu guru. Jurnalis itu pelita yang sanggup memberikan petunjuk jalan bagi warga Indonesia yang kegelapan. Oleh karena jurnalis itu guru, dia harus mampu memberikan petunjuk kebahagiaan bagi warga Indonesia. Dengan begitu, kelak Indonesia sejahtera lahir batin karena ditopang oleh jurnalis yang cerdas dan patriotik. 


Tidak ada komentar: