Ibarat bertani, jika
seseorang menanam tumbuhan produktif di ladang yang subur, kemungkinan besar
dia akan memanen tumbuhan itu daripada orang lain yang tidak menanam sebiji pun
tumbuhan produktif. Memang, kemungkinan tidak memanen juga ada meskipun sudah menanam
karena kesalahan musim atau terkaman gangguan dari alam dan hewan. Namun, yang
jelas, menanam itu lebih mungkin mendapatkan hasil dibandingkan yang tidak
menanam.
Pola memberi dan
menerima seperti juga menanam dan memanen itulah yang juga diwarnakan kepada
para pekerja yang berkinerja. Banyak pekerja tetapi belum tentu berkinerja.
Banyak terjadi bahwa pekerja hanya sebagai label namun kenyataannya dia tidak
bekerja sehingga tidak tampak kinerjanya. Secara hukum seseorang dikatakan
pekerja karena dibuktikan oleh surat penunjukkan yang sah. Namun, dalam
kenyataan, seseorang dapat lupa kalau label dirinya bekerja bukan berdiam diri
tanpa rasa.
Semua orang teramat
paham jika kata pekerja itu merujuk pada label fungsi. Seseorang dikatakan
pekerja karena bekerja. Sama juga dengan seseorang yang disebut petani jika dia
bertani. Peternak karena berternak. Penulis karena menulis. Itulah label fungsi
yang memunyai bentuk dan hasil yang dapat dicocokkan dengan fungsinya.
Unesa kini masuk ke
babak pemaknaan fungsi yang disesuaikan dengan bentuk dan hasilnya kepada para
warganya. Jika berkinerja tinggi, warga Unesa akan mendapatkan penghargaan yang
tinggi pula. Begitu pula sebaliknya, jika berkinerja rendah karena tidak
ditunjukkan dari bekerja secara nyata, dia akan mendapatkan hasil panen yang
tidak seberapa bagus dibandingkan kawan lainnya yang berkinerja tinggi. Itulah
yang disebut remunerasi yang sebanding dan seimbang.
Jadi, remunerasi yang
sehat adalah penghargaan yang sebanding dan seimbang. Kata sebanding dan
seimbang merujuk pada pengukuran dan penilaian yang akurat. Jika tidak akurat,
kesebandingan dan keseimbangan akan luntur tanpa bermakna apa-apa. Untuk itu,
pengukuran dan penilaian yang sebanding dan seimbang itu haruslah terlihat
nyata dan jelas agar tidak terjadi multitafsir.
Multitafsir tentu akan
mendatangkan bencana baru karena sesama pekerja akan membandingkan dan
menyeimbangkan kinerja satu dengan kinerja yang lain dengan persepsi
masing-masing. Persepsi yang sangat berbeda itulah akan merusak kinerja
seseorang sehingga semangat untuk berproduksi menjadi turun ke tingkat paling
rendah. Multitafsir biasanya berasal dari kenyataan yang tidak berbanding lurus
dengan peraturan sebagai bentuk perencanaan.
Tentu, remunerasi di
Unesa akan melampaui pusaran persepsi lama yang berujung pada cibiran karena
biasanya seseorang lebih nyaman dengan pola yang lama. Jika memang yakin akan
memberikan motivasi berkinerja lebih tinggi, remunerasi harus terus dijalankan
sambil memperbaiki sistem yang diasakan kurang. Biasalah, semua hal baru akan
mendapatkan perlawanan angin karena memang belum dikenali dan masih
berkonsolidasi pikiran. Remunerasi Unesa harus jalan terus sesuai dengan
harapan yang tersirat jelas. Siapa yang menanam, dia akan memanen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar