Senin, 06 Agustus 2012

Buta Huruf dari Perantauan

Sekitar 59.000 anak-anak tenaga kerja Indonesia di Malaysia yang masuk dalam usia sekolah belum terlayani pendidikan sehingga terancam buta huruf. Hingga saat ini, penanganan pendidikan anak-anak TKI di Malaysia yang berusia 4-16 tahun dari Pemerintah Indonesia belum optimal.

”Anak-anak tenaga kerja Indonesia (TKI) itu umumnya di ladang sawit. Dari data yang kami himpun, baru sekitar 14.000 anak-anak TKI di tingkat SD dan SMP yang bisa dilayani pemerintah,” kata Ahmad Rizali, Direktur Program Pendidikan Pertamina Foundation di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut Ahmad, Pertamina Foundation bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) hendak membantu penanganan pendidikan anak-anak TKI di Malaysia. Selain menyalurkan buku-buku pelajaran dan alat bantu belajar jarak jauh, kerja sama ini juga meliputi pengiriman guru ke Malaysia.

Mengutip data Konsulat Jenderal RI di Kota Kinabalu, Ahmad menyebutkan, anak-anak TKI buta huruf di Sabah, Malaysia, yang sudah tertangani 14.032 orang. Mereka terdiri dari 423 anak SD di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) dan 4.548 anak di 42 di community learning center (CLC), 74 anak di SMP SIKK dan 1.201 anak di 35 CLC SMP terbuka, serta 7.796 anak di Pusat Pembelajaran LSM Humana Borneo Child Aid (kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2006).

Masih ada sekitar 40.000 anak yang belum terurus dan buta huruf di Sabah. Belum ditambah yang di Sarawak dan Semenanjung, jumlahnya diperkirakan 59.000 anak.

Sekretaris Jenderal IGI Mohammad Ihsan mengatakan, anak-anak TKI di Malaysia terkendala mengakses pendidikan formal karena ada kebijakan Pemerintah Malaysia yang melarang anak-anak warga negara asing bersekolah di sekolah milik Pemerintah Malaysia. (Sumber: ELN/kompas.com)

Tidak ada komentar: