Sekitar 59.000 anak-anak tenaga kerja Indonesia di Malaysia yang masuk
dalam usia sekolah belum terlayani pendidikan sehingga terancam buta
huruf. Hingga saat ini, penanganan pendidikan anak-anak TKI di Malaysia
yang berusia 4-16 tahun dari Pemerintah Indonesia belum optimal.
”Anak-anak
tenaga kerja Indonesia (TKI) itu umumnya di ladang sawit. Dari data
yang kami himpun, baru sekitar 14.000 anak-anak TKI di tingkat SD dan
SMP yang bisa dilayani pemerintah,” kata Ahmad Rizali, Direktur Program
Pendidikan Pertamina Foundation di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut
Ahmad, Pertamina Foundation bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia
(IGI) hendak membantu penanganan pendidikan anak-anak TKI di Malaysia.
Selain menyalurkan buku-buku pelajaran dan alat bantu belajar jarak
jauh, kerja sama ini juga meliputi pengiriman guru ke Malaysia.
Mengutip
data Konsulat Jenderal RI di Kota Kinabalu, Ahmad menyebutkan,
anak-anak TKI buta huruf di Sabah, Malaysia, yang sudah tertangani
14.032 orang. Mereka terdiri dari 423 anak SD di Sekolah Indonesia Kota
Kinabalu (SIKK) dan 4.548 anak di 42 di community learning center (CLC),
74 anak di SMP SIKK dan 1.201 anak di 35 CLC SMP terbuka, serta 7.796
anak di Pusat Pembelajaran LSM Humana Borneo Child Aid (kerja sama
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2006).
Masih ada
sekitar 40.000 anak yang belum terurus dan buta huruf di Sabah. Belum
ditambah yang di Sarawak dan Semenanjung, jumlahnya diperkirakan 59.000
anak.
Sekretaris Jenderal IGI Mohammad Ihsan mengatakan,
anak-anak TKI di Malaysia terkendala mengakses pendidikan formal karena
ada kebijakan Pemerintah Malaysia yang melarang anak-anak warga negara
asing bersekolah di sekolah milik Pemerintah Malaysia. (Sumber: ELN/kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar