Selasa, 30 Maret 2010

Ke Depan Tugas Guru Tambah Berat Hadapi Siswa Berlatar Gizi Buruk

Ke depan, tugas guru akan semakin sulit karena akan menghadapi siswa yang berlatar belakang gizi buruk. Betapa tidak. Saat ini, balita yang mengalami gizi buruk masih cukup banyak meskipun di beberapa daerah telah terjadi penurunan angka statistik. Setidaknya ada 1,5 juta balita Indonesia yang kini mengalami gizi buruk yang akan membuatnya mengalami kebodohan permanen. Jika hal itu terus menerus dibiarkan, Indonesia bisa kehilangan generasi muda yang optimal di masa mendatang dan juga guru akan mengalami tingkat kerumitan dalam mengajar.

Hingga tahun 2009 terdapat 5,3 persen balita dari 28 juta anak di bawah usia 5 tahun yang mengalami gizi buruk. Artinya sekitar 1,5 juta balita mengalami gizi buruk sedangkan balita yang mengalami gizi kurang sekitar 15 persen.

"Jika anak di bawah usia 5 tahun mengalami gizi buruk, maka ia kehilangan periode emasnya dalam hal perkembangan otak sehingga mengakibatkan otaknya mengecil. Jika hal ini terjadi maka anak bisa menjadi goblok permanen dan sulit untuk diperbaiki," ujar DR Dr Tb Rachmat Sentika, SpA, MARS dalam acara Pfizer Journalist Class dengan tema Gizi dan Masa Depan Generasi Muda di Wisma GKBI, Jakarta, Selasa (30/3/2010).

Dr Rachmat menuturkan penyebab balita mengalami gizi kurang sekitar sepertiga diakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR), sebesar 48 persen balita tidak mendapatkan ASI dan sisanya tidak tersentuh oleh layanan kesehatan seperti posyandu sehingga asupan gizinya tidak terpantau.

"Salah satu cara untuk mendeteksi dini anak gizi buruk atau tidak adalah melalui KMS (Kartu Menuju Sehat), karena dari kartu tersebut bisa dilihat grafik pertumbuhan anak. Makanya setiap anak harus memiliki KMS," ujar dokter kelahiran Sukabumi 54 tahun silam.

Dr Rachmat menambahkan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah balita yang mengalami gizi buruk serta mencegah balita yang gizi kurang agar tidak semakin terpuruk, yaitu:

1. Melakukan gerakan untuk menyosialisasikan ASI, karena ASI eksklusif sudah terbukti bisa mengurangi angka kematian bayi dan juga meningkatkan gizi bayi.
2. Semua bayi harus memiliki KMS, saat ini posyandu hanya memberikan layanan timbang bayi pada bulan April dan September saja. Padahal seharusnya bayi tersebut ditimbang setiap bulannya.
3. Jangan ada perbedaan pendistribusikan vitamin A dan tablet Fe untuk anak di setiap provinsi serta antar kabupaten atau kota. Vitamin A berguna untuk meningkatkan kadar serum retinol yang berguna untuk imunitas, sedangkan tablet Fe berguna untuk mencegah anemia pada anak.
4. Menggiatkan kembali fungsi posyandu sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar.


"Kalau jumlah balita yang mengalami gizi buruk terus menerus meningkat, maka 10 tahun ke depan kita akan kehilangan generasi (lost generation) sebesar 1,5 juta. Selain itu gangguan gizi di masa periode emas anak akan mempengaruhi perilaku anak nantinya, karena ada penelitian yang menunjukkan anak yang suka tawuran atau berantem setelah ditelusuri 5-6 tahun ke belakang ternyata mengalami gizi kurang," ungkap dokter yang juga menjabat sebagai Tim Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia.

Untuk menciptakan generasi muda yang sehat diperlukan 4 hal, yaitu:

1. Gizi yang sehat, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
2. Lingkungan di sekitarnya, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
3. Perilaku dari orang tersebut, faktor ini mempengaruhi sekitar 30 persen.
4. Obat dan alat kesehatan, faktor ini mempengaruhi sekitar 10 persen.


Jika status gizi tidak segera diperbaiki, maka sel-sel otak anak tidak akan dapat berkembang secara maksimal dan terdapat ruang-ruang kosong yang bersifat permanen dan kondisi ini tidak dapat dipulihkan atau diperbaiki. Selain itu kecerdasan seorang anak dipengaruhi oleh dua hal yaitu asupan nutrisi (protein, asam amino AA dan DHA) dan juga stimulasi yang diterimanya. (sumber: Detikhealth.com, diakses 30 Maret 2010)

Tidak ada komentar: