Seusai ujian nasional hari pertama, dua siswa sebuah sekolah menengah atas negeri di Medan dipanggil kepala sekolah. Mereka juga dimintai keterangan oleh anggota polisi dari Kepolisian Kota Besar Medan. Pokok masalahnya, dua siswa itu kedapatan membawa catatan formulasi jawaban UN salinan dari pesan singkat atau SMS bocoran jawaban soal UN yang mereka beli melalui sindikat pembocor soal.
Ada siswa mengaku bahwa mereka membayar Rp 5 juta untuk siswa satu kelas per mata pelajaran. Mereka membayar secara tanggung renteng Rp 125.000 sampai Rp 150.000 per siswa.
"Ada teman kami yang menjadi koordinator. Dialah yang menghubungi penjual jawaban soal UN itu. Saya tidak tahu siapa orangnya," kata salah satu peserta UN.
Jawaban-jawaban itu datang secara rutin melalui SMS sehari sebelum mata pelajaran terkait diujikan. Jawaban disusun berdasarkan jenis paket soal dan ditata sedemikian rupa dalam bentuk deretan lima huruf untuk lima soal.
Untuk menjawab soal Sosiologi nomor satu sampai lima, misalnya, siswa cukup menghafal deret huruf DDBAC. Bagi para siswa, menjawab deretan huruf itu jauh lebih mudah daripada mengingat sederet rumus geometri atau tabel periodik unsur kimia.
Sindikat pembocor soal sengaja memberi jawaban yang salah di beberapa nomor yang diberi tanda khusus. Tingkat kesalahan berkisar 10 persen sampai 20 persen dari jumlah soal. Prinsipnya, meskipun jawaban siswa ada yang salah, mereka masih bisa lulus mata pelajaran itu.
Strategi ini untuk menyiasati agar pemeriksa soal tidak mencurigai adanya kebocoran. Rupanya banyak siswa yang hanya mengingat-ingat deretan huruf itu tanpa mengingat nomor-nomor dengan jawaban salah. Muncullah beberapa jawaban salah dari para siswa secara seragam di lembar jawaban komputer (LJK) yang kemudian memunculkan kecurigaan.
"Kalau kesalahannya seragam seperti yang kami temukan di Medan, berarti memang ada kebocoran soal," kata Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Djemari Mardapi.
Sindikat pembocor
Siapa sebenarnya yang memberi jawaban soal UN itu?
Dialah Pion, sebut saja demikian, yang bersentuhan langsung dengan para siswa itu untuk menjual bocoran jawaban soal UN. Dia tidak sendirian, jumlahnya tidak diketahui pasti karena mereka tak saling kenal. Mereka hanya kenal atasan mereka langsung.
Modusnya, mereka mencari informasi tentang adik teman, teman, tetangga, atau sanak saudara yang sedang menghadapi UN. Mereka juga melacak target melalui jejaring sosial Facebook dengan mengamati status atau komentar-komentar pemilik akun yang didirikan Mark Zuckerberg itu. Dari status dan komentar itulah mereka menebak dan mengetahui siapa saja sasarannya.
Ada juga yang nekat menawarkannya langsung kepada guru. Mereka mematok harga tertentu sesuai kesepakatan dengan siswa atau guru, mulai Rp 1,5 juta sampai belasan juta per mata pelajaran.
Bagi siswa yang keberatan dengan harga itu, Pion mengusulkan agar siswa tersebut mengoordinasi dengan siswa lain untuk membayar secara tanggung renteng dan menikmati jawaban soal itu bersama-sama. Koordinator siswa itu juga bisa menjual kepada koordinator atau siswa lain dan begitu seterusnya.
Pion, yang masih duduk sebagai mahasiswa semester VI itu, memperoleh kunci jawaban UN dari Kuda, bukan nama asli, mahasiswa semester VIII. Meski kuliah di universitas berbeda, mereka sangat akrab karena sering futsal bareng. Dari situlah Pion tahu kalau Kuda kerap menjual kunci jawaban soal UN.
Jaringan keluarga
Awalnya Pion meminta jawaban itu untuk sepupunya yang sedang UN. Lama-lama dia menikmatinya karena sangat menjanjikan secara materi. Namun, dia tak tahu Kuda mendapatkan jawaban itu dari siapa karena Kuda tidak pernah menjelaskannya. Inilah salah satu strategi jaringan ini untuk menjaga keamanan. Kuda mendapatkan kunci jawaban itu dari Beteng, nama samaran, yang tak lain masih kerabat, meski jauh.
"Tahun 2006 ketika saya mau UN, saya beli jawabannya dari dia dan saya lulus," ujarnya.
Kelulusannya itu membuat adik kelas dan tetangganya meminta bantuan Kuda agar bisa lulus UN 2007. Ia lantas menghubungi Bear, nama samaran, yang dia ketahui juga bisa memberikan jawaban soal UN, sebagaimana Beteng, untuk membantu tetangga dan adik kelasnya itu. Tentunya imbalan sejumlah uang. Semuanya lulus!
Sejak saat itu, setiap tahun Kuda aktif menjual bocoran UN. Rupanya hal itu diketahui Beteng yang lalu menarik Kuda ke dalam jaringannya pada 2008.
"Daripada kerja dengan orang lain, mending sama saya saja," kata bapak tiga anak yang sehari-hari berjualan ikan di pasar.
Kuda tak pernah tahu jawaban itu didapatkan Beteng dari mana. Uniknya, Beteng tak pernah tahu bentuk naskah soal UN itu seperti apa. Kalaupun disodori soal-soal itu, dia sama sekali tak bisa menjawabnya. Dia hanya tahu bahwa ada kunci jawaban soal yang bisa diuangkan.
Formulasi jawaban UN itu dia dapat dari Kancil yang ternyata juga atasan Bear, nama samaran. Kancil diketahui menjual jawaban soal itu ke beberapa orang dengan harga variatif, dari Rp 1,5 juta sampai belasan juta kepada bawahannya. Selanjutnya, terserah mereka mau menjualnya berapa dan ke siapa saja. Kancil pun tak perlu mengenal bawahan Beteng dan Bear tersebut.
Gudang soal
Kancil ini tergolong pemain lama. Sejak UN dilangsungkan enam tahun lalu, dia telah bergelut di dunia sindikasi pembocoran UN. Modusnya, dia merekrut pegawai percetakan soal UN untuk masuk ke dalam jaringan dan menugaskannya mencuri naskah soal dengan imbalan jutaan rupiah. Salah satu anak buahnya itu seorang penjaga gudang penyimpanan soal UN di salah satu percetakan, sebut saja dia Kiper.
Percetakan ini merupakan perusahaan yang berkali-kali menang tender mencetak soal UN di Sumatera Utara. Dua kali Kancil mendatangi rumah Kiper untuk membujuknya dan berhasil.
"Saya tidak tahu dari mana dia tahu nama dan alamat saya," kata Kiper.
Kiper paham betul bahwa membawa naskah soal UN itu teramat sulit. Sedikitnya enam polisi berjaga di percetakan. Setiap pegawai dilarang membawa catatan, ponsel, dan diperiksa setiap hendak pulang.
Rupanya setelah pemeriksaan, Kiper kerap berpura-pura ada barang yang ketinggalan di dalam ruangan. Saat itulah dia mengambil naskah soal yang sebelumnya dia sembunyikan di kamar mandi. Dia menyelipkannya di dalam celana dalam lembaran soal setebal 10 sampai 25 halaman itu. Hal itu dia lakukan hampir setiap hari sampai semua naskah soal yang dibutuhkan ada di tangan.
Untuk pekerjaan yang mendebarkan itu, Kiper memperoleh upah Rp 1 juta per eksemplar soal. Tak hanya soal UN SMA, tetapi juga soal UN SMP. Biasanya soal sudah terkumpul lengkap sepuluh hari atau sepekan sebelum UN dimulai.
Kancil hanya sekali mengambil langsung naskah soal itu dari tangan Kiper. Hari-hari berikutnya, dia meminta bantuan Ster, sebut saja begitu, dengan upah Rp 2 juta.
Sampai kini, Kiper tak pernah tahu rumah tinggal Kancil dan di mana dia berada. Dia tak tahu pula naskah- naskah soal yang dia curi itu dibawa Kancil ke mana. Kancil hanya pernah bilang bahwa dia orang dinas pendidikan.
Guru bimbel
Kancil lalu menyerahkan naskah soal kepada guru bimbingan belajar (bimbel) yang dia yakini bisa mengisi jawaban soal-soal yang menentukan masa depan siswa-siswi itu. Dari sanalah formulasi jawaban itu dia dapat dan dijual kepada para bawahannya dengan harga suka-suka, bisa ratusan ribu sampai belasan juta.
Suatu hari, Komunitas Air Mata Guru (KAMG), organisasi yang peduli dengan pendidikan, mendapatkan salinan naskah UN itu. Dari bukti itu, Poltabes Medan menangkap Kiper, Ster, Beteng, Kuda, dan Pion. Adapun Kancil, Bear, dan para pengisi jawaban soal itu masih dikejar polisi.
"Identitas mereka sudah kami kantongi. Kalau uang mereka sudah habis, pasti pulang sendiri," kata Kepala Poltabes Medan Kombes Imam Margono.
Kesuksesan Poltabes Medan mengungkap jaringan sindikat pembocor soal UN ini merupakan kesuksesan sekaligus pintu masuk untuk mengungkap jaringan serupa di daerah lain. Selama ini kebocoran soal UN seperti bau kentut, tercium baunya tetapi tidak jelas bukti dan asalnya. Ini sekaligus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah karena bukan hanya soal UN yang bocor.
Beteng bercerita, dia beberapa kali membantu peserta ujian seleksi masuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dengan cara meminta peserta membuka ponsel secara sembunyi-sembunyi saat ujian berlangsung. Secara periodik, rekan Beteng di luar sana mengirim jawaban-jawaban itu. Tentunya berdasarkan naskah soal yang telah mereka curi.
Beteng juga memperoleh informasi dari Kancil bahwa jaringannya kerap membantu meloloskan calon mahasiswa kedokteran, peserta SPMB, dan calon PNS. Caranya identik, melalui pencurian naskah ujian. Nah, lho! (sumber: Kompas.com/Mohammad Hilmi Faiq)
2 komentar:
jazakallah (semoga Allah membalas setiap kebaikan bapak. amin. M.Nuril Syafaul Karim
Potret buram pendidikan di Indonesia mudah-mudahan tidak seburam harapan insan pendidikan kita amien............
Posting Komentar