Senin, 28 September 2009

Kebudayaan dan Pendidikan, Akar Masalah yang Berlarut

Untuk mengatasi persoalan kebangsaan yang berlarut-larut dan tantangan ke depan, pemerintah baru diharapkan menjadikan pendidikan dan kebudayaan sebagai agenda utama pemerintahan, sebab akar tunggang persoalan bangsa yang sekarang berlarut- larut terletak pada kedua bidang tersebut.

Demikian, antara lain, ditegaskan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo di Jakarta, Kamis (24/9). Pihak PGRI meminta supaya bidang kebudayaan dan pendidikan disatukan kembali dalam satu departemen.

Hal senada disampaikan Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suwandi Hamid. ”Pembangunan kebudayaan yang mampu membentuk karakter bangsa seharusnya diintegrasikan dalam pembangunan pendidikan nasional. Oleh karena itu, urusan kebudayaan perlu dimasukkan kembali dalam ranah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.”

Menurut Sulistiyo, perhatian yang serius perlu difokuskan pada pendidikan supaya kebijakan pendidikan nasional mampu menjawab persoalan dan tantangan yang dihadapi bangsa secara tepat. Untuk itu perlu ada staf khusus bidang pendidikan.

Dia menambahkan, jika pendidikan merupakan agenda terpenting dengan anggaran terbesar, PGRI meminta supaya dalam dewan pertimbangan presiden, lembaga kepresidenan, dan wakil presiden ada staf khusus bidang pendidikan.

Saat ini pendidikan nasional sangat tidak tepat sasaran yang mengakibatkan berbagai persoalan bangsa dan masyarakat tidak kunjung teratasi dan bahkan menimbulkan berbagai ironi.

Gejala umum kondisi tidak tepat sasaran itu tampak dari kapabilitas lulusan yang tidak sesuai dengan kualifikasi dalam konteks perekonomian, juga ketidaksiapan mental. Selain itu, nalar, etos kerja, keterampilan, jiwa wirausaha, dan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mengatasi keberlangsungan sebuah negara modern yang beradab juga amat lemah.

Berbagai ironi

Menurut Sulistiyo, kondisi tidak tepat sasaran dalam pendidikan nasional telah menimbulkan berbagai ironi. Indonesia yang negara agraris justru pertaniannya terpuruk dan beberapa komoditas penting justru mengandalkan impor.

”Saat ini bidang pertanian dan kehutanan di perguruan tinggi jadi program jenuh yang tidak diminati calon mahasiswa. Begitu juga bidang kelautan. Padahal, di situlah letak potensi bangsa ini. Kenyataan itu mesti diperbaiki dalam kebijakan pendidikan dan politik bangsa ini ke depan,” kata Sulistiyo.

”Untuk kemajuan pendidikan, kita memerlukan tenaga pemikir yang dapat mengarahkan politik pendidikan yang tepat. Jangan lagi keluar berbagai kebijakan kontroversial yang tidak relevan dengan kebutuhan bangsa dan pendidikan, seperti Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan Ujian Nasional,” kata Sulistiyo. (Sumber: Kompas Cetak 25 September 2009/ELN)

2 komentar:

MONOKROM mengatakan...

Posting artikelnya bagus.

Mungkin, sebagai seorang pendidik, kita bisa membantu mempercepat kemajuan pendidikan di negeri ini dengan bertindak lebih rajin dan mandiri dalam belajar mengembangkan kapasitas pribadi kita. Bisa dengan lebih rajin ngeblog he..he..eh atau belajar terus menerus lewat berbagai media yang semakin gampang kita akses.

Salam kenal ya Pak, saya sebenarnya sudah follow blog ini, kalau tidak salah, sejak Agustus lalu, tapi memang belum banyak membaca posting-posting-nya.

Mungkin utuk kesempatan saat ini sekian dulu, kali lain kita sambung lagi, dan semoga kita akan saling bersua lewat jejaring istimewa ini, amien!

Salam perjuangan bagi pendidik Indonesia!

Fafi Inayatillah, S. Pd. mengatakan...

merespon perubahan adalah keniscayaan, masalah pendidikan dan kebudayaan memang harus selalu dikaji, kebudayaan selalu berkembang, pendidikan selalu menghadapi tantanga-tantangan yang tidak ringan.