Aku tidak henti-hentinya mengamati induk ayam bersama sepuluh anak-anaknya di pelataram rumah MBok Siti. Ketika itu, Mbok Siti ke belakang setelah lama berbicara tentang cinta seorang guru. Kembali ke ayam-ayam yang riuh rendah bersuara sambil mengerubungi kaki induknya. Sesekali induk ayam bergeser, anak-anak ayam itu juga bergeser. Aku coba untuk menganggu dengan menjulurkan tangan ke arah kerumunan ayam. Tiba-tiba, induk ayam berlari ke arahku sambil ingin mematuk sekenanya. Aku sedikit mundur dengan kaget.
"Itulah induk ayam, anakku. Induk itu sangat bertanggung jawab atas keselamatan anak-anaknya", kata Mbok Siti sambil membawa dua cangkir kopi seperti yang kuduga. 'Lihatlah dengan seksama ayam itu", ajak Mbok Siti. Induk ayam tidak pernah menyuapi langsung ke anak-anaknya. Induk itu hanya memberikan jalan dengan menggarukkan kaki agar makanan dapat muncul dan diketahui oleh anaknya. Lalu, anak ayam makan dengan paruhnya sendiri. Anak-anak ayam itu seperti berkeliaran sebebas-bebasnya dan berani menjauh dari induknya untuk mencari makanan sendiri seperti yang diajarkan induknya. Namun, jika induknya bergeser ke tempat lain, anak ayam yang kelihatan liar itu akan mengikutinya. "Itulah kekuatan hubungan dan tanggung jawab induk ayam terhadap anak-anaknya", kata Mbok sambil melirikku.
Guru hebat tentunya adalah guru seperti induk ayam itu. "Guru harus menunjukkan jalan kepada muridnya untuk menemukan belajarnya", ucap Mbok. Bebaskan murid berkreasi sesuai dengan keinginannya ketika mendalami ilmunya. Namun, smurid itu juga harus berada pada pantauan guru dengan tanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar