Minggu, 01 Mei 2011

Prinsip Dasar Problem Based Learning (PBL)

Beragam model pembelajaran yang berkembang saat ini,salah satunya adalah pembelajaran berdasarkan masalah atau problem based learning (PBL). Premis dasar PBL adalah belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan baru yang berdasarkan pada pengetahuan terkini. Glaser (1991) menyebutkan bahwa belajar adalah proses yang konstruktif dan bukan penerimaan. Proses kognitif itu disebut juga metakognisi. Proses kognitif selalu mempengaruhi penggunaan pengetahuan, faktor-faktor sosial, dan kontekstual dalam pembelajaran. 
Ada beberapa prinsip dalam PBL, yakni:
Prinsip 1. Belajar adalah proses konstruktif dan bukan penerimaan. Pembelajaran tradisional didominasi oleh pandangan bahwa belajar adalah penuangan pengetahuan kekepala pebelajar. Kepala pebelajar dipandang sebagai kotak kosong yang siap diisi melalui repetisi dan penerimaan. Pengajaran lebih diarahkan untuk penyimpanan informasi oleh pebelajar pada memorinya seperti menyimpan buku-buku di perpustakaan. Pemanggilan kembali informasi bergantung pada kualitas nomer panggil(call number) yang digunakan dalam mengklasifikasikan informasi. Namun, psikologi kognitif modern menyatakan bahwa memori merupakan struktur asosiatif. Pengetahuan disusun dalam jaringan antar konsep, mengacu pada jalinan semantik. Ketika belajar terjadi informasi baru digandengkan pada jaringan informasi yang telah ada. Jalinan semantik tidak hanya menyangkut bagaimana menyimpan informasi, tetapi juga bagaimana informasi itu diinterpretasikan dan dipanggil.
Prinip 2. Knowing About Knowing (metakognisi) Mempengaruhi Pembelajaran.
Prinsip kedua yang sangat penting adalah belajar adalah proses cepat, bila pebelajar mengajukan keterampilan-keterampilan self monitoring, secara umum mengacu pada metakognisi (Bruer, 1993 dalam Gijselaers, 1996). Metakognisi dipandang sebagai elemen esensial keterampilan belajar seperti setting tujuan (what am I going to do), strategi seleksi (how am I doing it?), dan evaluasi tujuan (did it work?). Keberhasilan pemecahan masalah tidak hanya bergantung pada pemilikan pengetahuan konten (body of knowledge), tetapi juga penggunaan metode pemecahan masalah untuk mencapai tujuan. Secara khusus keterampilan metokognitif meliputi kemampuan memonitor prilaku belajar diri sendiri, yakni menyadari bagaimana suatu masalah dianalisis dan apakah hasil pemecahan masalah masuk akal?
Prinsip 3. Faktor-faktor Kontekstual dan Sosial Mempengaruhi Pembelajaran. Prinsip ketiga ini adalah tentang penggunaan pengetahuan. Mengarahkan pebelajar untuk memiliki pengetahuan dan untuk mampu menerapkan proses pemecahan masalah merupakan tujuan yang sangat ambisius. Pembelajaran biasanya dimulai dengan penyampaian pengetahuan oleh pembelajar kepada pebelajar, kemudian disertai dengan pemberian tugas-tugas berupa masalah untuk meningkatkan penggunaan pengetahuan. Namun studi-studi menunjukkan bahwa pebelajar mengalami kesulitan serius dalam menggunakan pengetahuan ilmiah (Bruning et al, 1995). Studi juga menunjukkan bahwa pendidikantradisional tidak memfasilitasi peningkatan peman masalah-maslah fisika walaupun secara formal diajarkan teori fisika ( misalnya, Clement, 1990).
Jika tujuan pembelajaran adalah mengajarkan pebelajar untuk menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah dunia nyata, bagaimana seharusnya pembelajaran itu dilakukan? Mandl, Gruber, dan Renkl (1993) menyarankan empat cara yaitu: pengajaran harus diletakkan dalam konteks situasi pemecahan masalah kompleks dan bermakna; pengajaran harus dipusatkan pada pengajaran keterampilan metakognitif dan bilamana mengunakannya; pengetahuan dan keterampilan-keterampilan harus diajarkan dari perspektif yang berbeda dan diterapkan pada setiap situasi yang berbeda; belajar harus berlangsung dalam situasi kerjasama untuk mengkonfrotasikan keyakinan yang dipegang oleh masing-masing individu. Strategi ini dilandasi oleh dua model yang saling melengkapi cognitive apprenticeship dan anchored instruction. Kedua model ini menekankan bahwa pengajaran harus terjadi dalam kontek masalah dunia nyata atau parktek-praktek professional.
Faktor sosial juga mempengaruhi belajar individu. Glaser (1991) beralasan bahwa dalam kerja kelompok kecil pembelajar mengekspose pandangan alternatif adalah tantangan nyata untuk mengawali pemahaman. Dalam kelompok kecil pembelajar akan membangkitkan metode pemecahan masalah dan pengetahuan konseptual mereka. Mereka menyatakan ide-ide dan membagi tanggung jawab dalam memanage situasi masalah. Bruning, Schraw, dan Ronning (1995) menyatakan bahwa pengajaran sains sangat efektif bila hakikat sosial pembelajaran diterima dan digunakan untuk membantu pebelajar memperoleh peman ilmiah secara akurat.
Bertolak dari prisnip-prinsip pembelajaran di atas, pembelajaran berbasis masalah dapat ditelusuri melalui tiga aliran pemikiran pendidikan yaitu: Dewey dan Kelas Demokratis: Konstruktivisme Viaget dan Vygotsky, Belajar Penemuan Bruner (Ibrahim dan Nur, 2004).

Tidak ada komentar: